PADA sebuah taman, namanya Taman Suropati, ratusan lilin itu dihidupkan pada 3 Mei 2007 lalu: semacam protes agar jurnalis di manapun dijauhkan dari praktek kekerasan. Inilah kampanye yang dikuti lebih dari 50 orang, menuntut agar jurnalis BBC Alan Jonhnston dibebaskan. Dan, seperti diketahui, melalui berbagai upaya, Alan akhirnya dibebaskan beberapa bulan kemudian setelah kampanye lilin itu.
Tentu saja, kampanye itu bukanlah segala-galanya -- dia mungkin suara samar-samar di tengah perang diplomatis dalam pembebasan itu. Tapi menurutku, kampanye itu menjadi penting, karena aku mengajak anakku dalam forum itu. Anakku, Aida, kami ajak untuk ikut serta dalam kampanye itu. Dia yang saat itu masih dititipkan pada sebuah daycare, kita jemput untuk bergabung, walaupun semula dia agak ngambek karena mengantuk -- tak ada pilihan lain, pikirku, dan kuanggap ini bagus buat pengalaman dia. Kuajak dia berbicara bahwa ada kejadian tidak beruntung yang menimpa seorang wartawan -- ini kuutarakan berulang-ulang sejak kasus ini muncul. Kupercaya dia memahami lamat-lamat..
DAN sesaat setelah acara dimulai, yang ditandai pembacaan semacam doa dan dukungan, diantaranya oleh pegiat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan koresponden BBC di Jakarta, maka adegan-adegan Aida -- yang memegang lilin, dan memasukkan tangan ke mulutnya -- dijadikan obyek pemotretan. "Sudah kuduga sebelumnya," begitu pikirku. "Kalau aku jadi wartawan foto, maka hal yang sama akan kami lakukan."
Besoknya, bisa ditebak, fotonya dipasang di sejumlah koran -- termasuk surat kabar Metro di London. Seorang rekanan kantor, segera mengontakku dengan sebuah pesan khusus "anakmu, Aida, fotonya dilihat se-London," katanya setengah berkelakar...
Aida sejak awal, semenjak dia bayi, sudah kami kenalkan dengan profesi orang tuanya: jurnalis. Walau ada yang mencibir, tetap saja kami melakoninya. Terakhir, pada bulan Juni, kuajak dia ke kediaman mantan Presiden Habibie, menemani bekas orang nomor satu di Indonesia itu kuwawancarai. Aida pernah kuajak pula ke Cikeas, kediaman Susilo Bambang Yudoyono, pada detik-detik dia menjelang jadi presiden...
12 comments:
selalu... dimana saja, kapan saja... JEMPOL!!
ya nihh
wah....jadi bintang si aida
Hehehe... moga-moga melek politik ya, Aida nantinya!
Iya, Kris, seperti katamu, ini ulah bapaknya -- juga mamanya..
Halo Alana, juga mama Uli.. omong-omong soal melek politik, aku jadi inget pilkada kemarin. Aida katanya pilih Fauzi Bowo. Lalu, tiba-tiba dia tanya, "Walid (ayah), pilih siapa?" Kujawab, apa adanya, "Walid nggak pilih siapa-siapa..." Ha, ha... apakah ini ya yang disebut melek politik, Uli?
nice pic...
makasih, Gung, tapi yang ambil gambarnya bukan aku... :)
Ih itu kan bukan Jempol Ka,..itu kan jari lainnya,... jempolnya ada dibawah dagu tuh :p
Maaf ya Walidnya Aida, numpang komen n salam kenal dari kami :-)
salam kenal pula.. makasih ya
calon wartawan juga kayanay nih Aida. Sini tante ajarin supaya ikutan AJI heheh
hehe.. iya Len, tolong kamu tentir ya.. :P
Post a Comment