Feb 29, 2008

Sabtu malam besok, aku terbang ke Inggris...

PUNGGUNGKU terpampang di Tabloid olahraga BOLA! Ini serius, saya tidak berseloroh! Ha,ha,ha...Pada rubrik “Dari Redaksi” tabloid itu, ada foto seorang lelaki – yang cuma terlihat punggungnya – tengah mewawancarai lelaki lain di depannya. Nah, “foto seorang lelaki” itu adalah saya…

Kisahnya, pada malam itu, rekan sekantor, Sigit, menelepon. Suara baritonya terdengar renyah, "Fan, sudah beli BOLA yang baru?"
Belum, kujawab. "Kalau begitu, beli segera ya.." Kenapa, kutanya lagi agak penasaran. Sigit pun akhirnya bercerita...


Rupanya, saat wawancara, fotografer tabloid itu mengabadikan peristiwa yang berlangsung hari Rabu lalu (20 Februari), di kantor BOLA. Saya, saat itu, tengah menginterviu salah-satu wartawan BOLA, Broto Happy, yang dikenal sebagai spesialis liputan bulutangkis – tempatku bekerja juga acap mengontaknya.

Broto kuhubungi, karena pada pekan ini, saya membuat laporan “di luar kebiasaan”. Kusebut demikian, karena jarang sekali aku bersentuhan dengan liputan olahraga bulutangkis. “Sekalian belajar,” begitu alasanku, tanpa basa-basi. (Ah, aku jadi ingat, wartawan itu acap disebut tipe “generalis”, karena tuntutan mengetahui berbagai hal (walau cuma sepenggal), sementara seorang ahli bidang tertentu biasa dianggap “spesialis..)

Jadi, apa salahnya, kucari orang yang kuanggap paham tentang bulutangkis, sekalian kujadikan tempat bertanya serta mewawancarainya…

Laporan ini akan diputar sehari sebelum pembukaan kejuaraan bulutangkis All England, pada awal Maret (4-9 Maret) nanti, di Kota Birmingham, Inggris. Sebelum bertemu Broto, saya dua kali kunjungi Pelatnas tim bulutangkis Indonesia di kawasan Cipayung, Jakarta Timur – di komplek pelatihan itu, saya menyaksikan foto-foto perjalanan tim pebulutangkis Indonesia yang melegenda, mulai Rudi Hartono sampai Susi Susanti, yang ditempel di ruangan. (Di sana pula, kulihat sosok legenda lainnya, Luis Pongoh, yang senyumnya tidak berubah disbanding belasan tahun silam, saat dia masih memegang raket..)

Nah, pertanyaannya kemudian, kenapa saya diberi tugas buat laporan kesiapan tim bulutangkis Indonesia? Inilah yang ingin kuceritakan. Awal Maret nanti, saya dapat tugas meliput kejuaraan bulutangkis All England. Dan, kalau tak ada aral melintang, saya akan berangkat tanggal 1 Maret, pukul 23.00 Waktu Indonesia Barat, dengan maskapai Emirates

***

LEBIH dua pekan silam visa kunjunganku ke Inggris, akhirnya kelar – “silakan bapak ambil, barusan diantar dari kedutaan”, suara perempuan dari pesawat telepon begitu terdengar merdu, pagi itu. Dengan langkah kaki yang kurasakan enteng, siang itu juga kuambil paspor hijau itu (di lantai 22 gedung Abda, dekat British Council, Jalan Sudirman) – hujan gerimis yang jatuh dari langit Jakarta, akhirnya tak begitu kupedulikan.

Tanah Inggris, dalam bayanganku selama ini, memang seperti magnit – warna kelabu langitnya berikut gedung-gedung tuanya; bunyi “koak-koak” burung gagak di pelataran Tower of London; serta pohon-pohon oak yang daunnya rontok (berikut bentuk daunnya yang khas); serta sebuah hutan kecil di sebuah desa…

Ini memang bukan kunjunganku yang pertama.
Bila pesawatku kelak mendarat di Bandara Heathrow, awal Maret nanti, berarti ini adalah kunjunganku ketiga ke tanah Inggris – pertama kuinjakkan kaki di London, pada Desember 2002, dan kedua pada Februari 2004.

Itulah sebabnya atmosfir negara itu, utamanya kota London dan pinggirannya, rasanya sudah begitu kukenal – saya jadi teringat sebuah aroma yang selalu menyergap saat kakiku turun di Bandara Heathrow, tapi selalu sulit kujelaskan seperi apa bau-bauan itu…

Rencananya aku tinggal satu bulan di Inggris, sepekan di Birmingham (kira-kira 2 jam perjalanan dengan kereta api dari London, untuk meliput kejuaraan bulutangkis All England). Sisanya, saya membantu tim London.. sampai akhirnya kembali pada 31 Maret 2008.
***

POKOKNYA, Walid balik dari London tanggal 3 Maret, karena itu ulang tahun teman Aida,” kalimat ini meluncur dari mulut anakku, satu bulan lalu. Anakku rupanya “tidak rela” ayahnya pergi jauh – entah apapun alasannya. Tapi, aku dan istri sepakat: mesti cerita apa adanya, bahwa Walid “mendapat tugas liputan bulutangkis ke Inggris dan tinggal selama satu bulan”.

Itulah sebabnya, saya sengaja bercerita ihwal rencana perjalanan itu jauh-jauh hari – dan, awalnya memang tidak mudah. Dan ini adalah ide istriku, “biar dia nggak kaget, dan sekalian biar dia memahami bagaimana kerjaan bapaknya.”
Kebiasaan ini akhirnya selalu kulakukan -- hampir pada setiap ada liputan, entah di luar kota atau pulau, atau luar negeri. Hasilnya memang terlihat, walaupun prosesnya tidak segampang yang dibayangkan.

Dan perjalananku ke Inggris kali ini, bukanlah dalam waktu singkat. Sebulan aku bakal meninggalkan anak dan istriku – ya, ampun siapa bisa menahan rasa kangen itu! (Sebelumnya belum pernah aku selama itu – paling-paling 3 minggu paling lama: saat ke Inggris tahun 2002, ke perbatasan Kalimantan Timur hingga ke Mataram tahun 2005 hampir 15 hari, serta liputan tsunami yang memakan lebih dari 2 pekan).

Kalau Aida kangen Walid, kan bisa menelpon, atau kirim email ke Walid,” aku mencoba melanjutkan percakapan, Jumat malam, sehari jelang keberangkatanku. Ini terjadi di dalam mobil, di perjalanan pulang dari kantor. Istriku mengajaknya, untuk menjemputku – sekalian belanja apa yang harus kubawa besok. “Walid kalau kangen, juga pasti menelepon Aida...”

Semula dia mau menjawab pertanyaan itu, tapi dengan kalimat singkat “ya, Lid..” Namun dia bertanya lagi, dengan kalimat yang mulai tercekat.
Kok lama di Inggris, kok satu bulan?”
Kan setelah liputan bulutangkis, Walid ada tugas di kantor London,” kataku, dengan nada yang kubuat ramah.

Pertanyaan ini dia ulang-ulang, dan kucoba menghiburnya, bahwa satu bulan tidak akan terasa lama, asal “Aida beraktivitas seperti biasanya,” kata istriku, mencoba membuatnya nyaman. Upayaku untuk membujukku, terus kulakukan saat kami sampai di rumah. Saya coba yakinkan sekali lagi bahwa “kita nanti akan ketemu lagi..” Tapi, senyumnya yang hilang itu membikin aku sedih... (saya lantas teringat perjalanan tugas ke Inggris tahun 2002, tanpa anak-istri, membuat perjalanan itu akhirnya tidak sepenuhnya nikmat..).

No comments: