Dec 11, 2007

Main bola di taman sekolah anakku...

DUA pahaku sejak Senin lalu terasa pegal. Setiap jongkok, dan berdiri lagi, nyerinya luar biasa! Kuingat-ingat, apa penyebab rasa nyeri itu, tapi tetap tak terjawab. Sampai tadi pagi, barulah aku ingat. Rupanya ini akibat aktivitas olahraga dadakan yang kulakukan saat menemani istri ke sekolah anakku, Sabtu lalu (8 Desember).
Aku berolahraga? Boleh percaya atau tidak, setelah lebih dari 10 tahun istirahat tidak bermain bola (secara amatir, tentunya), aku hari itu memainkan bola bulat itu, lebih dari setengah jam. Lokasinya di taman sekolah anakku -- disaksikan anakku dan teman-temannya..
Ya, anakku di hadapan dua teman cowoknya, lantas dengan santainya nyeletuk, "Lihat walidku jago main bola.. Coba Lid, pakai kepala.." Aku yang semula segan, ternyata menuruti kemauannya itu tadi. Bola kulit itu kumainkan dengan kepala, berulang-ulang, dan disusul dengan kaki kanan-kiri. Semuanya kulakukan dengan sadar..
Semula hari itu aku bertugas jaga anakku, sementara istriku menghadiri rapat pembentukan organisasi orang tua di sekolah anakku -- dihadiri mayoritas para ibu-ibu. Aku memilih duduk tidak jauh dari taman yang rindang, seraya memegang buku, dan memperhatikan anakku bermain. Taman sekolah anakku, meski tidak luas, tapi nyaman: ada pohon tinggi, rumput yang tebal, ayunan, serta tempat duduk.
Terkadang aku mesti berdiri dan menghampiri anakku -- bila tingkahnya aneh atau membahayakan. Tetapi aktivitas ini tidak lama, setelah kulihat anakku asyik dan terlihat aman bermain. Mulailah aku bisa sedikit konsetrasi membaca. Namun konsentrasiku mulai buyar tatkala teman cowok anakku mengambil bola kulit (dari keranjang), dan bermain di taman itu. Sampai di sini, kakiku mulai gatal, dan otakku berputar: wah, asyik juga nih main bola...

Dasar anak-anak, tidak bisa konsentrasi pada satu permainan, bola itu akhirnya ditinggal. Anak cowok itu pindah ke mainan ayunan, bermain dengan anakku dan satu cowok lagi. Aku pun dengan kesadaran penuh, mendekati bola itu dan kemudian memainkannya -- ya, ampun, luar biasa nyamannya bisa memainkan bola! Tentu saja, seraya memainkannya, aku menoleh ke kanan-kiri, apakah ada yang melihat aktivitasku -- ternyata aman-aman saja (tujuh meter dari taman itu, di dalam klas istriku dan para ibu sedang rapat, sementara anakku berjarak sekitar 4 meter dari tempatku bermain).

Mengetahui bapaknya asyik bermain bola, anakku pun berkomentar. Dia berkata kepada dua teman cowoknya, kalau bapaknya jago main bola. Dia lantas meminta aku memainkan bola dengan kepalaku. Anehnya, aku menurutinya, seraya kuperhatikan senyum kemudian mengembang di bibir anakku -- dan kupikir "apa ya yang ada di benak anakku melihat bapaknya yang sudah berumur bermain bola sendiri.."
Tapi, itulah, hampir setengah jam aku habiskan waktu dengan bermain bola, seorang diri. Keringat pun keluar, yang membuat badanku menjadi hangat -- aku saat itu agak flu. Badan rasanya jadi agak segar. Namun yang membuat aku puas, aku akhirnya bisa bermain bola kembali, setelah lebih dari 10 tahun berhenti total -- terakhir aku dan teman-teman wartawan di Kota Malang, bertanding informal dengan tim Arema di Stadion Gajayana, tahun 1995..
Sejak 'pertandingan' terakhir itulah, aku tak pernah lagi menyentuh bola bundar, sampai kejadian di taman sekolah anakku, akhir pekan lalu. Padahal, sejak umur 9 tahun, aku tergila-gila bermain bola. Alun-alun kota Malang, stadion sepakbola kota Malang, stadion kampus Unibraw (dulu sempat jadi anggota tim cadangan kampusku) adalah saksi hidup perjalanan itu.

Setiap ada kesempatan, di manapun (di dalam kamar tidur sekalipun sampai Stadion Petrokimia Gresik saat masuk tim remaja Persema, tahun 1983), aku selalu memainkan bola. Semuanya ini berhenti pelan-pelan saat aku mulai kerja sebagai kartunis sebuah koran lokal di Malang (tahun 1994)..
Kini, walau sadar fisik tak lagi muda, masih ada keinginan bermain bola -- setidaknya ikut bertanding dalam sebuah tim, misalnya. Tapi selalu tidak ada waktu dan kesempatan. Itulah sebabnya hal ini akhirnya menjadi semacam keinginan yang terpendam. Makanya, saat ada kesempatan sekecil apapun, dan ada bola bundar serta lapangan rumput seadanya, aku pun memanfaatkannya. Ini yang terjadi di taman sekolah anakku, Sabtu kemarin -- walaupun akhirnya paha kakiku terasa pegal-pegal.
Sekarang, saat menuliskan kisah ini, aku tertawa sendiri melihat tingkahku..

No comments: