Sep 27, 2007

Jago gocek, tapi lengah bertahan… (Kisah tim Hindia Belanda di Piala Dunia 1938)


GAYA menggiring bola pemain depan Tim Hindia Belanda, sungguh brilian…,” begitulah laporan  koran Perancis L’Equipe,  edisi 6 Juni 1938, “tapi pertahanannya amburadul, karena tak ada penjagaan ketat..” Hasilnya, seperti tercatat dalam sejarah, tim sepakbola Hindia Belanda (sekarang adalah Indonesia) dicukur gundul 6-0 (4-0) oleh tim Hungaria – sekali bertanding dan kalah. Kejadian ini terjadi pada Piala Dunia 1938 di Perancis.

 

Saya tak membaca langsung berita itu. Laporan pandangan mata itu disadur sebuah buku sejarah Piala Dunia, terbitan London, Inggris. Editor buku ini memperoleh datanya sebagian besar dari surat kabar The Times, serta Koran lainnya – termasuk L’Equipe itu tadi.  Isinya -- luar biasa! -- tentang semua pertandingan piala dunia mulai 1930 di Uruguay hingga piala dunia terakhir, lengkap dengan foto dan data pemain.

 

Tapi, apa istimewanya berita itu? Karena informasi itu baru, belum pernah dipublikasikan di Indonesia, setahuku. Sejauh ini nyaris tidak ada catatan tertulis seperti apa pertandingan yang tersebut.  (Saya juga menemukan potret hitam putih Tim Hindia Belanda  jelang pertandingan itu – lihat foto di atas!).

Laporan-laporan yang ada, hanya menyoroti nama-nama pemain (yang terdiri dari suku Jawa, Maluku, Tionghoa, Indo-Belanda, dan lainnya) serta pelatihnya yang asal Belanda, Johannes Christoffel van Mastenbroek. Juga perihal keberangkatan tim ini yang didukung NIVU, Nederlandcshe Indische Voetbal Unie – organisasi sepakbola di bawah naungan pemerintah kolonial Belanda. Sementara, PSSI yang didirikan 8 tahun sebelumnya (1930), dilaporkan tidak mengirimkan para pemainnya. FIFA sendiri disebut-sebut lebih mengakui NIVU ketimbang PSSI.

Walaupun akhirnya mengatasnamakan NIVU, toh kehadiran Tim Hindia Belanda pada ajang Piala Dunia 1938, akhirnya dicatat sebagai kehadiran pertama kalinya wakil dari Benua Asia. Semula Jepang yang ditunjuk, namun karena kendala transportasi, negara itu mengundurkan diri. Hindia Belanda akhirnya menggantikannya – tanpa melalui ajang pra-piala dunia, yang seperti dipraktekkan sekarang.    

 

Dalam buku sejarah piala dunia terbitan London itu, disebutkan bahwa para pemain Hindia Belanda, didominasi para pelajar. “Kapten timnya adalah seorang dokter, yang menggunakan kacamata,” ujar wartawan The Times, saat meliput pertandingan itu. Informasi ini berbeda dengan laporan yang sudah lama sebelumnya, yang menyebutkan mereka adalah para pegawai yang bekerja untuk pemerintah kolonial.

 

Disebutkan pula, sebagian besar para pemain berukuran tubuh pendek (“Bien trop petits,” kata reporter koran Perancis, yang dikutip The Times). Meski tergolong pendek,  imbuhnya, para pemain depan Hindia jago menggocek bola. “Tapi pemain belakangnya, lemah dalam penjagaan, serta sering terlambat menjegal lawannya.”

 

Tim Hindia Kalah, seperti diketahui akhirnya kalah telak 6-0 (babak pertama 4-0), dan angkat koper lebih cepat – saat itu yang berlaku adalah sistem gugur. Tim Hungaria akhirnya melaju sampai babak final, sebelum ditundukkan tim Italia (juara bertahan, dan tampil kembali sebagai juara dunia dibawah asuhan Victorio Pozzo).

Kekalahan telak 6-0 itu, belakangan dikaitkan karena ketidakhadiran para pemain PSSI yang dikenal handal -- seperti Djawad, Jazid, Moestaam atau Maladi. Sebaliknya, tim Hungaria diperkuat bintang-bintang pada zamannya, seperti Gyorgy Sarosi, Gyula Zsengeller. Dua orang itu kemudian masuk daftar 3 besar pencetak gol tersubur dalam piala dunia 1938.

Para pemain Hindia Belanda, sebagian besar berusia sekitar 25 tahun. Mereka kelahiran antara tahun 1912 dan 1916.  Hanya seorang yang kelahiran 1909, yaitu Hans Taihuttu (pemain depan asal klub VIOS Batavia). Adapun berat badannya berkisar antara 65 kilogram sampai 70 kilogram, sedang pemain tertinggi tercatat 178 sentimeter yaitu pemain tengah Frans Meeng (klub VIOS Batavia). Selain didominasi pemain Batavia (Jakarta), lainnya dari klub Tionghoa Surabaya dan SVV Semarang.

Pertandingan itu digelar tanggal 5 Juni 1938, pukul 5 sore waktu setempat, di Stadion Velodorme, di kota Reims, Perancis – sekarang stadion itu diubah menjadi Stadion Auguste Delaune. Sekitar 9 ribu orang penonton memadati stadion itu. Pertandingan ini dipimpin wasit asal Perancis, Roger Conrie, serta dua orang hakim garis Carl Weingartner (Jerman) dan Charles Adolphe Delasalle (Perancis).

Berikut anggota Tim Hindia Belanda yang berangkat ke Piala Dunia 1938: Kiper: J Hartung, Tan Mo Heng; Belakang: Frans Hu Kom, J Kolle, Jack Sanniels; Pemain tengah: Sutan Anwar, G Faulhaber, Frans Meeng, Bing Mo Heng, Achmad Nawir, G van den Burg; pemain depan: LN Beuzekom, Tan Hong Djien, Tjaak Pattiwael, Han Se Han, Suwarte Soedarmadjie, Henk Sommers, Hans Taihuttu, R Telwe; Pelatih: Jan Mastenbroek (dari berbagai sumber, oleh Heyder Affan).  

 

 

 


10 comments:

a alifandi said...

Luar biasa Affan. Nggak pernah saya baca artikel ttg tim 1938 selengkap ini. Kirim ke Bola atau Kompas. Aku sering lihat pemain kaca mata itu. Nggak tahu kalau dia dokter sekaligus kapten. Siapa dia ya?
Persid til I die!

Affan Alkaff said...

Cak Anton, buku itu kubaca di perpustakaan Depdiknas. Tebal, dan mahal :))) Ketimbang laporan untuk pertandingan lainnya, laporan 'tim Hindia Belanda' itu cuma 1 kolom dan pendek sekali -- tapi memang baru datanya, setahuku ya. Adapun foto di atas kudapat setelah akses ke website asal Hungaria. Tidak disebutkan siapa pemain berkacamata itu... Tidak ada namanya, tapi disebutkan sebagai kaptennya... dan itu artinya si Achmad Nawir... Cak Anton punya data yang lain?

a alifandi said...

Gak ada Fan, cuma pernah lihat foto lain diman Achmad Nawir terlihat jelas. Foto tampak depan.

purwanti setia said...

wah, asyik infonya. ada copy naskah aslinya gak mas?

Affan Alkaff said...

Makasih Pemantik...Data terbaru soal 'gaya permainan tim Hindia Belanda' itu kucatat langsung dari sebuah buku tentang sejarah piala dunia, terbitan London, Inggris. Kudapatkan itu di perpustakaan Depdiknas (aku catat langsung paka spidol di notes kecilku... :)). Adapun data sekunder lainnya, itu kubrowsing dari internet -- yang ini sudah pernah dilaporkan oleh sejumlah media lokal, mulai kompas, tempo, Bola, dll sampai websitenya PSSI yang mengutip situs AFC...

Affan Alkaff said...

Cak Anton, yang ingin kulakukan sekarang adalah memburu keluarga langsung para pemain Tim Hindia Belanda itu..(tapi masih mikir lewat pintu mana ya?) Bagus juga untuk sebuah reportase yang basah, barangkali nunggu peg piala dunia nanti ya...

a alifandi said...

Mungkin lewat PSSI fan, John Halmahera. Aku pikir spt Hukom itu kan nama keluarga jd mungkin bisa dilacak. Tak perlu tunggu Piala Dunia. Aku jg penasaran dg ex pemain PSSI The San Liong yg semasa hidupnya tinggal di jember. Malah aku sering beli roti dr dia tp tak berani menyapa lebih lanjut.

Affan Alkaff said...

aku coba nanti, Ton, untuk hubungi si John Halmahera 'al hadar' (hehehe)... Aku justru tak tahu siapa The San Liong itu, dia pemain PSSI seangkatan siapa ya? Dan dia jualan roti keliling atau buka toko? Tahun berapa cak?

a alifandi said...

San Liong kalau tak salah pemain tahun '60an bagian dr holy trinity PSSI yang terdiri dari Ramang-Djamiat-San Liong. Keluarganya di Jember punya toko bernama Toko Sentral.

Affan Alkaff said...

kayaknya belum ada ya Ton, buku tentang sejarah PSSI dan sepakbola Indonesia pra kemerdekaan...