Oct 23, 2007

bernostalgia di toko oen




DI MASA kecil, setiap melewati restoran atau toko Oen, di kota Malang, aku selalu kesulitan membaca nama restoran yang didirikan tahun 1930 ini. "Bagaimana membacanya ya, O-E-N atau Un," begitulah yang ada di benakku saat itu...

Letak restoran itu memang tak jauh dari rumahku, kira-kira kurang dari 500 meter. Lokasinya di jantung kota Malang, yaitu di Jalan Kayutangan (sekarang Basuki Rachmat), sementara rumahku di Jalan Talun Lor (sekarang diubah jadi Jalan Arif Rahman Hakim). Dari jendela besar di restoran itu, kita bisa melihat dari kejauhan gereja katedral, sarinah, serta alun-alun...

Dulu kubayangkan isi toko itu serba mahal, karena selalu didatangi para turis asing, utamanya Belanda. "Halo mister, halo...," masa kecilku selalu berkata seperti itu, setiap melewati kerumunan turis -- dan biasanya dijawab dengan ramah.

Biasanya aku menegok sekilas ke dalamnya, tetapi tak pernah mampir ke dalam. Itulah sebabnya, aku tak pernah makan di restoran itu -- kecuali di masa mahasiswa dengan serombongan teman. Semuanya berubah saat saya menikah (tahun 2000), dan istriku kuajak ke restoran itu...

Kini setiap ke kota Malang, kami selalu menyempatkan makan di Toko Oen -- utamanya menyantap ice creamnya. Lebaran lalu, misalnya, tanpa kehadiran anakku (dia tak mau ikut), aku dan ika kembali mendatanginya.

Tak banyak berubah, warna gedungnya masih didominasi warna kuning gading dan hijau. Juga rombongan turis Belanda masih mendatanginya. Seragam pramusiwsmanya masih putih, serta bau khas roti segar dari dalam ruangan itu.. Sebuah mobil tua juga teronggok di halaman luarnya.

Yang sedikit berubah, kataku kepada istriku, "mana ya kipas angin kuno itu ya, nggak ada lagi.." Sebagai ganti pemiliknya menggantinya dengan kipas angin kecil. "Sayang ya..,"celetuk istriku.

Di sela-sela makan sandwich, aku nyelonong ke dalam restoran itu, dan mengabadikan sebagian sudut-sudutnya...

39 comments:

Andreas Purwanto said...

mesin kasirnya itu dulu pernah aku tawar untuk dibeli....tapi nggak dikasih...
hehehehe Padahal kalo pun dikasih, aku nggak punya duit untuk mbayarinnya...

Affan Alkaff said...

Item, kalau toh jadi kau beli, buat apa mesin kasir itu...? buka cabang Toko Oen di dipatiukur? :) hehehehe

suluhpratita ... said...

hueheee...di rumahku masih tersisa wastafel model seperti ini...
meskipun udah nggak berfungsi..tapi masih eman mau membongkarnya...

Affan Alkaff said...

Ta, kalau berbaik hati, tawarin kepada si Item... huahahahaha... :) memang jangan dibongkar Ta, sungguh.... Aku sekarang sedih banyak barang antik di rumah ibuku yang tak lagi 'berbentuk'... :(

Andreas Purwanto said...

Tok kiro aku meduro sing dhodhol rombeng & rongsokan po?

Yiyik K said...

Toko Oen ini ada hubungannya dg yg di Semarang nggak ya...? Soalnya namanya sama dan 'keantikannya' juga mirip (termasuk suka didatangin turis), cuma yg di Smg kayaknya lbh kecil.

krisna diantha said...

enak tuh jadi ika, makin antik akan makin disayang sama affan

Affan Alkaff said...

huahahahaha... maap, maap, kawan Item :)

ika ardina said...

wakakakksss... thanks to 'comblang' deh:))))))

Affan Alkaff said...

Betul Yik, mirip, tapi aku nggak tahu, apakah pemiliknya sama.. Kata sebagian orang, yang pernah datang ke dua restoran itu, Oen yang di Malang lebih besar dan isinya lebih 'antik' -- aku sendiri penasaran juga seperti apa yang di Semarang. Pernah datangi yang di Semarang, Yik?

Affan Alkaff said...

jadi, Kris, kalau pulang, ajak Hannah dan istrimu ke Oen... biar tambah sayang hehehe.. atau kalian sudah pernah ke sana? :)

Yiyik K said...

Pernah, bbrp th yg lalu... tapi gak foto2 (krn belum ada naluri jeprat sana-sini berhubung blm nge-MP... heheh...).

krisna diantha said...

sudah fan, tapi sama yazid, teman pers di udayana. kalau sama angela hanya lewat saja

Affan Alkaff said...

ah, aku jadi inget, Kris.. jangan-jangan kau dan Yazid ke sana saat Kongres (atau deklarasi) PPMI di kampusku itu kan, tahun 1993?

Affan Alkaff said...

Iya, Yik, kenapa nggak dari dulu ada teknologi dan fasilitas kayak MP.. :)

krisna diantha said...

betul fan, memang saat itu. masuk ke resto semacam itu, bagiku saat itu, mewah.

haris fauzi said...

keren, mas affan.....
saya sendiri yang ceprot lahir di malang sampe lulus sekolah di malang,..belum sekalipun nyicipin sandwich oen... ya karena pas itu saya ga kuat bayarnya ((tahun 1990-an uang saku saya cuma 5000 perak sebulan...udah untung bisa beli buku bekas ama kaset rombeng di comboran )).. lha wong kalo mau ke malang plaza buat jalan2 aja musti jalan kaki beneran dari rumah sampe plaza..... itung2 biar sehat..wakakakakakk..
.....jadinya cuma bisa intip2 resto oen kalo lewat pas hendak bongkar2 majalah buluk di sekitar apotik banteng....((dulu di situ banyak yang jualan majalah bekas...))

Affan Alkaff said...

Betul Haris.. pas jaman mahasiswa itu aku pertama kali makan di Oen, namun itu pun karena ada yang nraktir... Jadi kalau sekarang bisa makan di situ, pikiranku sebagian pasti melayang 20-30 tahun silam, ada perasaan sedih, nelangsa, tapi juga senang.. :( :)

Dulu sering melewati Oen, kalau habis diajak belanja di pertokoan di Kayutangan (sekarang sepi sekali jalan itu), atau habis bermain di Tugu atau stasiun, serta berenang di Senaputra. Biasanya jalan kaki lewat majapahit, lalu menyeberangnya di sekitar patungnya Chairil Anwar (kenapa ada patung penyair itu di kota malang ya?) yang persis di depan Oen...

Ya, aku ingat juga ada apotik Banteng, Ris, tapi aku lupa ada yang jualan majalah atau buku buluk di sekitar situ. Kalau yang jual buku dan majalah bekas itu, seingatku di pinggiran Jalan Majapahit..(aku inget jaman mahasiswa, dapat buku teori marxisnya Aidit dari loakan di situ, yang kusimpan rapat-rapat, dan bacanya selalu sembunyi-sembunyi :)) -- sekarang mereka dipindah ke lokasi mana ya?

Wah, Ris, paling asyik bernostalgia nih...

Andreas Purwanto said...

Bukan dua-duanya sama-sama turis dan sama-sama belanda? Hehehehe

Affan Alkaff said...

londo ireng? hehehe

purwanti setia said...

he he, sekali dua kali kesini, gak mampu bayar. hanya dengan teman2 pers kampus, itupun irit banget makannya. udah bisa cari uang sendiri, eh malah gak pernah kemari. terakhir ketemu mas kalim, rohmat, dan tori di lebaran tahun lalu

purwanti setia said...

he he, sekali dua kali kesini, gak mampu bayar. hanya dengan teman2 pers kampus, itupun irit banget makannya. udah bisa cari uang sendiri, eh malah gak pernah kemari. terakhir ketemu mas kalim, rohmat, dan tori di lebaran tahun lalu. oh iya mas, yang jualan buku di majapahit pindah di wilis.

krisna diantha said...

aku dan angela (saat itu belum pacaran) ketemu kalim di persma unibraw. kami naik motor dari mojokerto ke malang (bokong panas), entah apa dia masih ingat

Affan Alkaff said...

Pur, kalau aku tinggal selamanya di Malang, barangkali aku jarang ke oen.. Magnitnya itu lebih terasa kalau sudah ada berjarak.. :)

Lama sekali nggak ketemu Kalim. Kalau Rohmat dan Tori ketemu saat ketemuan kemarin, Pur...

Jalan Wilis? Ohh, itu yang nggak jauh dari Cwi mie dempo itu kan? Kok aku jadi lupa ya...

Affan Alkaff said...

Kris, aku mencoba-coba mengingat, tapi tetap saja lupa.. itu persisnya kapan ke unit dengan Angela itu? Setelah kongres PPMI tentunya..? Kita ketemu nggak ya?

krisna diantha said...

1995 an fan, kita gak ketemu :-)

purwanti setia said...

iya mas, cui mie dempo sing enak iku lho, tapi saiki tidak enak hehe. dulu waktu aku sekolah di dempo , bisa beli separuh cuma 500 rupiah hi hi. jalan wilis iku yang dekat perempatan itu, dekat universitas widya karya itu.

purwanti setia said...

wah tahun 1995 ke unibraw ya ma angela. kok aku gak ketemu ya, mungkin lantaran aku mahasiswa kecil yang imut2, yang masih malu-malu ma senior hihi. tahun-tahun itu aku masih seneng kluyuran ke kav 10 ya sama mas affan ini, mas rohman, rohmad, ulo, kalim, dll. mestinya kita pernah satu ruang dan waktu, cuma memang gak kenal ya waktu itu

krisna diantha said...

kalau sudah kenal saat itu, wah aku rayu tuh

aya blue said...

Aduh banyak yang bernostalgia nih....

Affan Alkaff said...

iya nih... dan yang bernostalgia itu tentu yang pernah mampir ke toko Oen..:). Kalau ke Malang, mampirlah ke sana..

ienas Tsuroiya said...

serasa kembali ke tempor doeloe ya Mas..

Affan Alkaff said...

betul Nas, dan itu memang motifku datang ke restoran itu... melihat sisa-sisa masa lalu kota Malang.. hehehe :)

ferra freeman said...

ya ampun rotiiiii....ini kan ngetop...aku sich cuma baca aja di artikel majalah Femina jadul...kamu ama Ika nyobain roti2nya nggak? komentarin donk rasa2nya si roti:)

Atiek Soeroso said...

Tanteku Almarhumah dulu resepsi pernikahannya di Toko Oen Malang, aku & kakakku yang jadi tukang ngipasi manten, karena masih kecil aku sempet pengen nangis liat es krim mondar-mandir di hidangkan pake nampan (jaman dulu belum ada prasmanan) sementara tanganku udah pegel mengayun-ayun kipas, hehehe..... Setelah sekian lama meninggalkan kota Malang tercinta, kalo lagi ke sana & aku pergi ke toko Oen, pasti tante-tanteku ngeledekin, " Aduh rek, arek-e macak toris rek!"... hehehe...... Affan nih jago bikin orang bernostalgia....

Affan Alkaff said...

Iya, Fer, Toko Oen memang acap dijadikan bahan liputan... Dan soal roti itu, dulu saat kanak-kanak aku sering disuruh untuk beli roti di toko itu (lebih seringnya toko itu masih tutup), kalau roti langganan tak datang ke rumah (mereknya roti 'bima')... Rasanya seperti apa ya? Menurutku, tak jauh beda dengan roti-roti lainnya, mungkin empuk dan hangat, kalau habis dikeluarin dari oven... :)

Mau dikirim ke tempatmu, Fer? Hahaha..

Affan Alkaff said...

ya, ya, aku baru ingat, toko oen dulu sering dijadikan resepsi pernikahan. Dan kalau begitu, biasanya mobil berderet di parkir di jalanan di depannya... Dan omong-omong es cream toko Oen, memang itu yang jadi ciri khas restoran itu -- orang-orang ke sana biasanya tak lupa pesan... (dan aku bisa bayangkan saat Atik kecil pengin nangis karena es creamnya... hahaha)...

Atik, menurutku, es cream toko Oen itu dulu terasa makin enak (dan mewah), karena saat itu belum ada es cream yang dijual secara masal seperti sekarang ini..

Harus diakui ya, orang sekarang berduyun ke toko oen, juga karena ingin mencicipi suasana restoran kenangan itu, selain makanannya... :)

Emilda Zaini Rosén said...

aku dibawa tori ke toko oen fan waktu di malang... udah kayak turis aja.. tapi turis domestik.. hehe.. lupa tapi makan apa.. menarik juga liat daftar makanannya yang jadul... hebat ya bisnisnya bisa tahan lama..

Affan Alkaff said...

Mil, kalau urusan jalan-jalan Kota Malang, si Tori memang jagonya... Dan biasanya, orang baru (yang belum pernah ke Malang), selalu akan diajak ke Toko Oen, karena memang nggak ada tempat lain yang menarik, Mil.. hehehe...