Oct 28, 2007

keliling Jawa, hasrat berkelana (1)




HASRAT berkelana dalam ukuran paling sederhana, akhirnya betul-betul kami lakukan -- tanpa target sampai kapan tiba, terserah di mana berlabuh, dan sepenuhnya perjalanan itu kami tentukan. Itulah sebabnya perjalanan dua pekan lalu itu barangkali kurang tepat disebut mudik. Kami sebut berkelana, berkelana keliling pulau Jawa...

Itu tidak berarti kami hanya bawa badan semata. Perhitungan di atas kertas, kemampuan fisik, serta kehadiran Aida dalam perjalanan itu, tentu perlu kalkulasi. Jawabannya, urusan akomodasi dan tetek-bengeknya -- mulai buah mangga, snack untuk anakku, spidol dan buku gambarnya, serta kopi hangat dalam botol termos, hingga obat mencret -- haruslah tersedia..

Kami pilih tanggal 12 Oktober, hari Jumat, sebagai hari keberangkatan. Alasannya, hari itu sebagian orang Islam sudah berhari raya. Itu artinya jalanan agak lengang, dan berarti pula perjalanan itu akan lancar -- perhitungan kami ini nantinya tak sepenuhnya benar: macet menghadang kami di jalanan Cikampek setelah pintu tol, serta di ujung jalan tol Kanci, Cirebon..

Jakarta kami tinggalkan di saat para tetangga yang Muhammadiyah bertakbir di lapangan, di komplek rumah mertua. Anakku tertawa riang, berimajinasi tentang wisata liburan, dan istriku -- "perempuan perkasa itu" -- mulai bersenandung di belakang setir mobil bakpao kami..

Jalur Jawa bagian utara, orang menyebutnya pantura, adalah pilihan satu-satunya yang kami anggap aman, setidaknya pada awal perjalanan -- ada banyak pom bensin, mesin ATM, serta tempat persinggahan sementara. Semuanya lancar sampai di ujung pintu keluar Cikampek -- itu tadi faktor macet, walau mobil kami bisa bergerak pelan..

Di jalanan, suasana mudik tak bisa dihindari. Setiap mata memandang, iring-iringan motor lengkap bapak, istri dan anak di atasnya, selalu ada -- hamoir dalam setiap kedipan. Satu kasus saja, sebuah bajaj oranye melintas di depan kami..

Esais Goenawan Mohamad, mengutip sebuah pemikiran, menyebut mudik sebagai fenomena kembali ke masa lalu, bukti adanya pemikiran konservatif. Sebaliknya, masih menurut Goenawan, pada masanya ada orang-orang yang menolak kembali ke masa lalu.

Lalu, di mana posisi saya, istri dan anakku saat mobil kami melaju kencang di jalanan beraspal, di pantura? "Kita kembali ke akar di saat lebaran saja," begitu kalimat yang kuingat, menjawab pertanyaan itu tadi...

Tapi berkelana sejauh apapun, ada saatnya berlabuh. Di sebuah wilayah tandus, bau amis laut Jawa dengan warnya yang keperakan, serta diteduhi pohon kresen, kami menyelonjorkan kaki pada sebuah warung. Belakangan nama tempat itu kuketahui bernama Eretan Wetan, masuk wilayah Indramayu. "Di pantai inilah Jepang mendarat, sebelum membuat tekuk lutut Belanda di Kalijati," papar kakeknya Aida, yang ikut berkonvoi, sebelum berpisah di Brebes.

Sampai di sini, kami masih yakin perjalanan akan lancar. "Kita bisa istirahat sehari di Yogya, atau malah di Ambarawa yang sejuk, "kata istriku. Harapan itu kanda setelah mobil kami melintas jalan tol Kanci (antara Plumbon ke Kanci, Cirebon). Lebih dari dua jam terkunci di antara ribuan mobil senasib.

Sebagai mahkluk yang bisa membiasakan diri, maka kami pun menyibukkan diri, mulai mengulang-ulang kaset usang The Police (anakku hafal sebagian liriknya), sampai menghabiskan 2 buah mangga. Untuk yang disebut terakhir, aku paling menikmati mengupas buah itu seraya pelan-pelan memasukkan ke mulutku dan istriku..

Masalah berlanjut di saat kemacetan itu mulai mencair. Pertamax di tangki bensin kami, jarumnya sudah semakin mengarah ke titik habis, sementara di jalur itu yang terlihat adalah premium -- setidaknya kami masuk 3 atau 4 kali ke pom bensin, tapi hasilnya nihil. Kami lantas meyakinkan diri: aman memakai premium kok...

Terik matahari utara Jawa berangsur melembut, digantikan angin laut nan hangat, mengantar kami pada sebuah SPBU, sebelum masuk kota Brebes. Samar-samar adzan maghrib menelusup, ditandai buka puasa orang-orang NU -- mereka memilih hari raya esok harinya. Di sini, kami berpisah dengan konvoi rombongan mertuaku. Mereka memilih segera ke Yogya, sedangkan kami masih memilih di mana lokasi tepat untuk berlabuh sementara: bukti lain betapa kami memang tengah berkelana... (bersambung)

36 comments:

suluhpratita ... said...

waw...tour de java...!!
aku & edo lagi ngrencanain ngunjungi makam 9 wali mas...
pengin ngikutin jejaknya seno gumira ajidarma...heheheheee
moga2 akhir tahun kesampaian...

krisna diantha said...

atau keres ya, pohon yang akrab dengan masa kecilku

Affan Alkaff said...

menarik sekali, Ta! Jangan lupa foto-fotonya (si Edo, suamimu pasti jagonya, dan pasti melakukannya ya...), dan kisah dari ziarahmu itu.. Mampir juga makamnya Syeh Siti jenar? hehehehe...

Affan Alkaff said...

Pohon kresen, atau keres itu, Kris, banyak kujumpai di semua wilayah Jawa. Kayaknya di sini itu pohon liar.. bisa tumbuh di mana saja, kapan saja... Kris, kau lihat, pisau kenangan dari kamu itu sangat berguna, kugunakan untuk mengupas mangga :)

suluhpratita ... said...

yup mas...menarik juga tokoh satu itu...
eh ya..dah baca bukunya seno gumira ttg sembilan wali dan syeh siti jenar?

Wahyudi Judex said...

kok istrinya yang nyetir bang?

Affan Alkaff said...

salam kenal.. istriku yang bisa menyupir, bung :)

Affan Alkaff said...

belum Ta.. boleh juga untuk membacanya... itu lebih kisah perjalanan ya?

krisna diantha said...

masih banyak pisau itu di gudang kaufmann ag, malu minta lagi, sudah 60-an aku bawa ke jakarta :-)

Affan Alkaff said...

Habis kugunakan mengupas sebuah mangga, Ika selalu pesan: "udah dicuci bersih pisaunya, ntar berkarat.." Pisau itu memang miliknya, hadiah dari kamu. Sementara pisauku ada di dalam tas, tak kugunakan... Pisau milik Ika selalu kami selipkan di dalam mobil.. :) terima kasih kawan

krisna diantha said...

anti karat pisau itu, tapi memang sebaiknya dicuci :-)

UmmiMia Mia said...

affan, perjalanan yang menyenangkan.
kami pernah melakukan, saat afra masih 7 bulan. jakarta sampai kudus via cirebon, purbalingga, wonosobo, temanggung.
setelah 3 anak yang selalu ramai di mobil, kami belum keliling jawa lagi...selalu sampai 1 tujuan lagi.
ada keinginan menyeberang sampai ke bali, entah kapan terwujud....

sensen gustavsson said...

Jadi berapa lama dari pergi sampai kembali lagi ke rumah di Jakarta, Fan?

Ahsan 'Glen' Andi Husain said...

Wah tour juga rupanya Bung Heyder ini...

purwanti setia said...

mas, saranku kalau pengen dapet sosok siti jenar ya baca 8 jilid bukunya agus sunyoto itu, terbitan LKIS. agus sunyoto, masih ingat khan mas, dulu arek2 kav 10 kerap ketemu beliau

Affan Alkaff said...

Salam kenal.. terima kasih Mia. Memang menyenangkan, walau aku semula kurang yakin akan perjalanan itu -- maklum ini perjalanan pertama jarak jauh pakai mobil sendiri... Jalur-jalur yang pernah dilalui Mia sekeluarga itu belum pernah kami lalui, mungkin suatu saat kami ke sana -- bila perlu ke Jepara, lihat situs Kartini. Ke Bali? Hehehe.. itu juga cita-cita kami, tapi sama juga: belum tahu kapan terwujudnya :)

Affan Alkaff said...

Sen, praktis kami lebih lama di jalan. Kami santai betul di awal perjalanan, dan agak cepat saat pulangnya -- ini dilakukan agar tak bertabrakan dengan arus balik.

Kami berangkat tanggal 12 Oktober, dan sampai Malang tanggal 14 Oktober malam.

Sementara, pulang dari Malang tanggal 18 Oktober, sampai di Jakarta tanggal 20 Oktober tengah malam...

Affan Alkaff said...

ya, Glen... mirip perjalanan panjangmu itu. Memang nikmat ya.. :)

Affan Alkaff said...

Pur, aku baru ingat, temanku sekantor pernah menyebut nama Agus Sunyoto itu. Dia kebetulan juga tengah gandrung dengan sejarah yang belum tersingkapkan pada sosok Syeh Siti Jenar.. (kalau tak salah dia baru punya 4 jilid, sisanya belum). Aku sendiri belum merasa tertarik, mungkin setelah ini ya.. hehehe :) Terima kasih Pur...

Andreas Purwanto said...

Kapok! Aku kapok! Insyaf! Cukup sekali mengukur jalan Bandung - Malang, 4 hari-3 malam bareng kau & Tugas tahun 1994.

ika ardina said...

KERSEN bokkk, kersen... itu pohon tempat gue menghabiskan waktu dimasa kecil gue... Diem, angkrem di atasnya hehehehe..

ika ardina said...

Kok foto yang mudik pake bajaj ga dipasang? Lucu tuh

Affan Alkaff said...

ya ntar kupasang.. :)

Affan Alkaff said...

hidup itu perjalanan, bung item.. nikmati setiap tarikan nafas, jangan sesali.. huahahahaha..

Andreas Purwanto said...

meminjam kalimat Hasan Aoni van Semarang
"Bukan perpisahan yang kutangisi, tapi pengeluaran yang aku sesali"

haris fauzi said...

di eretan ada pondok pesantren...dari jakarta sebelah kiri jalan....mesjidnya keren, mas.... campuran arsitektur benteng belanda yang besinya pada menonjol blending dengan gaya cirebonan yang warna - warni...
asrama santrinya di rumah panggung berlantai air laut....maksudnya kalo malem dia kerendem air laut....banyak rumah kamar dan saling berjauhan... masing2 dihubungkan dengan jembatan titian kecil....kita suka mampir kesono...mas affan udah kesono ?

Affan Alkaff said...

Haris, saya tak tahu persis kalau ada pesantren antik itu.. Tapi aku sholat jumat di sebuah mesjid di wilayah itu... Menarik juga kalau tahu ada pesantren seperti, Ris :)

Affan Alkaff said...

ah, Item.. kenapa kau kutip si Hasan, kenapa tak baca On the Road Again-nya Jack Kerouac... :) huahahahaha..

boru martombak said...

kapan yah bisa dpt kesempatan nyetir sendiri ke jawa .... *tol cipularang aja dah seru ,apalagi jawa *

Affan Alkaff said...

ya udah Rona, ambil liburan, dan segera ke Jawa... hehehehe

haris fauzi said...

dari jakarta sebelum resto boboko kalo gak salah...
ada plang besar warna ijo....tulisannya kalo gak salah pesantren darusalam (?) eretan.... tapi saya yakin benar itu lokasinya di eretan...
sayangnya pas ke sono dulu pake kamera manual dan hasilnya belum di digitalkan..... tapi akhir2 ini jarang lewat situ karena memang timingnya sering gak pas ....

Affan Alkaff said...

Ris, sempat terfikir, jika nanti ada kesempatan mudik lagi, tentu kami coba jalur lain: mungkin lewat jalur tengah, atau selatan.. barangkali lebih menantang ya.. Kadang saat lewat jalur pantura itu membosankan, mungkin karena melulu dataran rendah... Pernah lewat jalur tengah, Ris?

haris fauzi said...

ya karena saya kemarin dari tegal begitu sampe cirebon masuk ke jalur cikamurang via jatiwangi...lewat hutan jati...mending soalnya bosen sama pantura..:)

bogor jateng saya pernah via jalur selatan..lewat badung - nagreg..berangkat dr bogor jam 10 malem..jalan kecil dan sepi...saking sepinya kita sahur di mobil sambil jalan...untungnya mbontot...jalannya kelak-kelok..bikin mabok bini yang lagi hamil...

sampe jateng subuh...banyak sepeda bakul berkeranjang besar yang musti dihindari dengan pintar..:)
arah sebaliknya juga pernah..solo ke bogor via jasela... berangkat jam 9 siang dari solo..teduh...tapi tanjakan nagreg memang dahsyat..:)

Affan Alkaff said...

Boleh kucoba itu, jalur alternatif....Nah, saat kita pulang kemarin, kita melalui nagreg, tapi aku tertiduuuur... :)

ienas Tsuroiya said...

aduh...aku suka banget sama kersen ini.. ..gemes banget ih, merah2 gtu, pengen nyomot!
dulu waktu kecil sering manjat2 pohon kersen yg ada di pondok putera (pas Jum'at, santri2 pada Jum'atan, pondok sepi, heheh)

Affan Alkaff said...

.. tentu sulit ya menemukan buah kersen di Boston? :)