Oct 3, 2007

Memahami Dunia lewat Sepakbola

Rating:★★★
Category:Books
Genre: Sports
Author:Franklin Foer
DI BAYANGI atmosfir piala dunia 2006 di Jerman, aku menemukan buku ini (edisi bahasa Indonesia, terbit 2006) di rak sebuah toko buku -- semula aku tak tergoda untuk membelinya. Tapi setelah membuka dan membaca sekilas isinya, segera kubeli buku terjemahan ini. Dan, memang luar biasa! Buku yang berupa karya jurnalistik ini ditulis Franklin Foer, seorang penggila bola ("saya gila bola,"begitulah kalimat pembuka Foer pada prolognya).

Daya tarik buku yang aslinya berjudul How Soccer Explains the World: The Unlikely Theory of Globalization (terbit tahun 2004) ini, justru karena tidak bicara teknik sepakbola -- yang sudah banyak dijumpai. Lebih dari itu, Foer justru memakai medium sepakbola -- di berbagai dunia, mulai Serbia, Iran, Italia serta tentu saja Inggris -- untuk menganalisa fenomena globalisasi.

Dan bukan hal yang mengada-ada jika majalah olahraga Amerika Serikat, Sport Illustrated, menggambarkannya sebagai, "meramu reportase, analisa geopolotik, dan antropologi, Foer menjelaskan kekuatan tak terelakkan sepakbola." Tapi menurutku, isi buku ini menjadi kuat karena penulisnya gila bola, sehingga laporannya seolah bernyawa...

Foer, yang kini tinggal di Washington DC, adalah seorang jurnalis -- itulah sebabnya sungguh lezat menikmati adonan tulisannya yang renyah, mengalir (selain karena kepandaian penerjemahnya, Alfinto Wahhab, yang juga penggila bola). Sejauh ini Foer juga redaktur senior surat kabar The New Republic, selain menulis lepas untuk sejumlah koran di Amerika Serikat.

Pada bab pertama, kita diajak memahami bagaimana politik, kekuasaan, dan premanisme mewarnai perjalanan sepakbola di Serbia. Foer secara langsung masuk ke dunia klub yang pernah menjuarai Piala Champions Eropa, Red Star Belgrade, berikut atmostfir politik yang melingkupinya.

Di bab berikutnya, masalah dendam antar agama, yang aromanya terasa sampai lapangan hijau, juga diungkapkan Foer saat melaporkan tentang kehadiran klub Glasgow Rangers (yang mewakili komunitas Protestan) dan Celtic yang Katolik. Menariknya, menurut Foer, komersialisasi sebagai produk globalisasi, bisa melampaui konflik agama itu..

Persoalan holiganisme (dia mewawancarai seorang holigan klub Chelsea) dan kehadiran komunitas Yahudi di blantika sepakbola Eropa, juga dia kupas. Brazil, sebagai negara yang dikenal gila bola, tak lupa disentuhnya. Kali ini dia melihat dari sudut pandang sepakbola dan korupsi. Kehadiran pemain Afrika di kompetisi sepakbola Eropa, yang diwarnai problematika (misalnya soal streotipe ras) dan kekhasan globalisasi, terlihat dalam laporannya.

Dan, dengat semangat yang sama, Foer tak lupa mendatangi markas AC Milan, di Italia, dalam bab khusus yang diberi judul 'lahirnya klas oligarki baru'. Kehadiran Belusconi, pihak-pihak kelompok kiri yang berdiri di belakang klub Inter Milan, sampai peran pers.

Pada tiga bab terakhir, kehadiran klub Barcelona yang fenomenal, dia kaji dengan melihat ke belakang -- bagaimana klub itu dijadikan semacam wahana katarsis bagi para pejuang etnis Katalunya melawan dominasi Spanyol (dalam bab ini, Foer mengaku sebagai fans berat Barcelola.

Perkembangan masalah sosial-politik di Iran (larangan perempuan datang ke stadion hingga keniscayaan pengaruh globalisasi di negeri tertutup sekalipun) dan persoalan budaya di Amerika Serikat (dia menceritakan mengapa ada pihak-pihak anti sepakbola di negara itu) dia singgung dalam bab terakhir.

Dalam semua bab yang disajikan dalam buku itu, Foer kuanggap ingin mengatakan bahwa globalisasi adalah kenyataan yang mesti diterima, tak terkecuali di dunia sepakbola. Tapi analisanya memang tidak melulu paralel, dan Foer tidak ingin dikatakan sebagai pembela atau pencercah globalisasi. Barangkali karena dia mendudukkan sebagai seorang jurnalis -- itulah sebabnya hampir semua laporannya serba paradoks -- seolah dia mengatakan bahwa globalisme pada sepakbola, tidak melulu jahat, tapi juga tak selalu bak malaikat. Ironis, begitulah kata yang acap dikutip Foer...



No comments: